Isu dan Krisis di Media Sosial

Isu di Media Sosial

Salah satu tugas PR adalah mengelola isu yang berkembang di media mainstream mengenai sebuah korporasi / lembaga.
Bagaimana mengelola isu yang ideal agar tidak menjadi liar atau berkepanjangan muncul di media? Haruskah PR melakukan taktik ‘membungkam media’ dengan menggunakan iklan secara massif agar sebuah issue yang cenderung negatif menerpa perusahaan bias hilang secepatnya? Ataukah ada strategi dan taktik yang lebih efektif daripada melalui iklan? 

‘Membungkam media’ bukan jamannya lagi, di era keterbukaan informasi seperti sekarang ini. Dalam hitungan detik, berita negatif cepat tersebar. Satu media dibungkam, 3-5 media akan memberitakan. Berapa tersedia dana untuk mengalihkan isu negatif? 
Pengelolaan isu merupakan suatu strategi – artinya perlu diantisipasi, dikelola secara efektif. Hal ini hanya terjadi kalau praktisi PR ditempatkan di tingkat yang managerial yang mempunyai kapasitas untuk mengelola suatu isu. Isu berkembang dari suatu resiko, tindakan yang berdampak negatif pada pihak lain. 

Strategi penanganan isu dapat dilakukan melalui tahapan :

  1. Monitor – analisa dampak negatif dari isu tersebut. 
  2. Identifikasi masalah internal korporasi (keuangan, pengelolaan, transaksi, kepemimpinan, SDM; Pemasaran (catat produk, keluhan pelanggan). Atau eksternal yang berkaitan dengan kebijakan, peraturan, dampak persaingan dan lainnya.  Sejauh mana dampaknya. 
  3. Petakan kemungkinan yang terburuk, jika isu tersebut meledak menjadi suatu krisis.. Siapa saja publik yang terkena dampak dari isu tersebut.  
  4. Buat strategi komunikasi untuk menetralisir / mengimbangi isu negatif tersebut dengan konsep 5 W 1 H – Apa ‘key message’ nya
  5. Kembangkan isu kearah positif – jika perlu, minta pendapat pihak luar yang netral untuk memberikan opininya secara terbuka, lakukan secara konsisten.
  6. Monitor keberhasilannya, apakah isu sudah mereda.  

Krisis di Media Sosial

Semenjak media sosial mengalami booming di Indonesia, banyak praktisi PR yang merasa galau ketika harus mengelola krisis yang muncul dari media sosial tersebut. Terutama ketika mendapat informasi, opini dan pernyataan negative tentang korporasi / lembaga yang dinaunginya. Adakah strategi yang efektif dalam mengelola issue atau meng-counter issue negatif di media sosial agar tidak merugikan citra dan reputasi korporasi/lembaga kita?

Krisis, merupakan isu yang sudah terbuka kepada publik melalui pemberitaan di media. Jika isu tidak ditangani dengan baik, sangat berpotensi menjadi krisis terbuka yang akan lebih sulit ditangani karena efek dominonya sudah tidak dapat dikendalikan. 
Strategi yang efektif antara lain dengan :

  1. Memberikan pernyataan / penyesalan bahwa hal tersebut sudah terjadi. Jangan berbohong (ngarang atau berasumsi) dan menutup fakta yang terjadi sebenarnya
  2. Berikan penjelasan tindakan apa yang akan dilakukan oleh korporasi untuk mencegah terjadinya kerugian moril atau materil yang lebih besar lagi 
  3. Nyatakan dalam bahasa yang tegas bahwa kejadian itu tidak akan terulang lagi  dan 4) jelaskan apa manfaat – dampak positif (lesson learned) untuk publik. 

Perlu diingat bahwa bahasa media sosial tidak sama dengan bahasa tulisan seperti press release, karenanya diperlukan kerjasama antara praktisi PR dengan ahli bahasa media sosial untuk menyampaikan ‘key message’ kepada audiens yang berbeda, tergantung dari sarana media sosial yang digunakan. 

(Posted in: Majalah PR Indonesia, December 2015)

Leave a Comment

Tulisan ini dipublikasikan di

Tulisan lainnya

Reputasi

Praktisi PR memiliki tanggung jawab untuk membangun reputasi positif perusahaan/organisasinya.

Scroll to Top