Trust & Leadership

Trust

Definisi Trust

Ada banyak definisi mengenai Trust, ditinjau dari aspek akademik /ilmiah dan praktek / pragmatis. Menurut Stephen Robins, ada 5 dimensi dari Trust yaitu : Integrity, Competence, Consistency, Loyalty dan Openess. 

Dalam dunia PR, unsur Trust menjadi sangat penting, manakala publik dihadapkan kepada salah satu pilihan. Peran PR dalam konteks persaingan terbuka seperti sekarang – tidak lagi sebatas seremonial, promosi atau publikasi, akan tetapi lebih jauh lagi yaitu mensosialisasikan nilai nilai suatu korporasi / institusi yang nampaknya abstrak seperti : kejujuran, transparansi, komitmen, sikap menghargai pendapat orang lain. Dalam dunia PR dikenal sebagai ‘walk the talk’. Apa yang digaungkan, sesuai dengan faktanya – bukan hanya sekedar slogan yang dipromosikan.


Pengaruh Trust terhadap Keberlangsungan suatu Korporasi/Institusi

Trust sangat berpengaruh terhadap kelangsungan suatu lembaga yang merupakan kepercayaan publik kepada lembaga tersebut. Dari segi kejujuran, pengetahuan, kemampuan untuk menjaga kualitas (produk, pelayanan atau jasa yang dihasilkan, kebijakan atau gagasan, pelaksanaan visi dan misi) sehingga publik dapat mempercayai korporasi/institusi tersebut sebagai suatu lembaga yang dapat diandalkan, perlu didukung kegiatannya atau dibeli produk/jasa pelayanannya. 

Berbagai penelitian dalam bidang ini menemukan fakta bahwa Trust tidak dapat dipisahkan dengan Credibility. Trust seringkali diartikan sebagai sesuatu yang tidak terukur karena tidak dapat dilihat dengan kasat mata, akan tetapi sebenarnya dapat dirasakan dan faktanya, Trust dapat diukur seperti juga biaya (cost).

Trust perlu dipahami sebagai suatu nilai kepercayaan publik yang multi dimensi, multi level yang dinamis sifatnya. Trust kepada pimpinan perusahaan, belum tentu menciptakan kepercayaan kepada perusahaannya. Sebaliknya, kepercayaan terhadap produk atau jasa yang dihasilkan belum tentu memiliki korelasi yang positif terhadap kualitas kepemimpinan perusahaannya.  Sebagai suatu entitas – dilihat dari keseluruhan aspeknya. 

Trust merupakan semen pengikat suatu hubungan antara korporasi/institusi dengan publiknya – yang harus terus dijaga, dipelihara dan ditingkatkan melalui kualitas yang dibentuk dari kredibilitas dari korporasi tersebut. Kredibilitas harus dimiliki oleh setiap pemimpin perusahaan yang tidak dapat diperoleh dalam waktu singkat. Kredibilitas merupakan pembuktian nyata, hasil dari proses yang panjang – usaha yang konsisten, kesabaran, kegigihan yang memerlukan waktu yang panjang untuk mencapai hasil yang maksimal. Trust dibentuk oleh kredibilitas yang ditunjukkan dalam bentuk action / perbuatan yang nyata. 

Singkatnya, Trust dan Credibility saling berhubungan, Perusahaan dengan kredibilitas yang tinggi akan lebih dihormati dan dipercaya publik.


Faktor yang mempengaruhi naik turunnya Trust terhadap Korporasi/Institusi

Trust dipahami sebagai realisasi ‘satu kata dan perbuatan’.  Banyak faktor yang berpengaruh terhadap naik turunnya Trust – yang merupakan isu, atau resiko dari perusahaan yang jika dibiarkan secara terus menerus akan berpotensi untuk berkembang menjadi krisis. 

Menurut hasil riset, krisis terjadi karena adanya konflik internal yang bersifat multi dimensi, artinya banyak aspek yang perlu ditelaah, Misalnya : krisis kepemimpinan di tingkat top management menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap Trust. Krisis internal ini telah banyak diteliti sebagai penyebab utama menurunnya Trust yang secara perlahan dan pasti menurunkan indek kredibilitas dalam berbagai aspek manajerial. 

Ditinjau dari dimensi Trust, ditemukan bahwa terjadi kebohongan publik mengenai kepemilikan saham, laporan keuangan, transakti fiktif. Kualitas produk dan pelayanan yang menurun, Ketidaksesuaian antara apa yang diiklankan dengan faktanya di lapangan, komplain pelanggan. 

Di era digital yang diramaikan oleh media sosial – faktor ‘nilai’ ini sangat berpotensi untuk mempengaruhi naik turunnya Trust. Misalnya saja, isu kejujuran, etika, kualitas produk/pelayanan yang menurun, keberpihakan, isu lingkungan dan banyak lagi, semuanya berpotensi menurunkan Trust. 


Leadership dan Trust

Apakah CEO merupakan faktor kunci dari Trust suatu lembaga?

CEO merupakan subjek sekaligus objek pertama yang diyakini publik sebagai ukuran atau barometer terhadap Trust suatu lembaga. Karena dia adalah penanggung jawab yang membawa bendera – kemana lembaga itu akan dibawa. Berbagai Negara, mempunyai  ukuran yang berbeda untuk untuk memberikan score korelasi antara kepercayaan terhadap CEO dan lembaganya. 


Trust personal dan Trust Institusi

Trust kepada personal menyangkut karakter dan personality index dari seseorang yang tidak terlepas dari latar belakang keluarga, pendidikan, dan nilai yang dianut oleh personel yang bersangkutan. Trust kepada institusi berhubungan dengan banyak faktor yang secara komprehensiv dibentuk berdasarkan antara lain: leadership, organization culture, managerial performance, financial performance yang lebih kompleks. 

Membangun personal Trust terhadap CEO kelihatan lebih mudah, tetapi apakah  karakter seseorang dapat berubah dalam waktu yang cepat, dan apakah mau untuk diubah? Personal integrity pada dasarnya lebih sulit diubah dibandingkan dengan institusi yang dipimpin oleh pemimpin yang berkarakter. Trust terhadap instutusi memerlukan waktu yang lama karena tidak dapat secara instant. Perlu proses yang panjang untuk menyatukan pandangan, keragaman personality, kemampuan dan nilai nilai yang dianut oleh suatu team untuk mencapai tujuan suatu institusi. 

Bagaimana seorang leader menjaga kredibilitas supaya Trust tidak luntur ?

  • Konsistensi  antara apa yang dikatakan dan diperbuat.
  • Jangan terlalu banyak bicara. Tidak banyak janji, tapi banyak berbuat 
  • Jujur. Katakan sebenarnya, apa yang terjadi 
  • Menjadi solusi dari masalah – bukan menambah masalah. 
  • Empati – dapat merasakan perasaan orang lain 
  • Komunikatif efektif – berdialog, mendengarkan opini yang berbeda
  • Terus belajar – mengikuti perkembangan perubahan dunia

Bagaimana jika Trust dan Kredibilitas antara leader CEO dan lembaganya tidak matching. Apakah dapat menjamin sustainability?

Tergantung dari unsur kepemilikan, jenis perusahaan dan penilaian publik serta Key Performance Indicator (KPI) yang menjadi ukuran keberhasilan suatu lembaga. 

Apakah lembaganya vital dan fatal untuk publik – atau sekedar ada dan tidak secara dominan dibutuhkan publik. Banyak terdapat lembaga yang secara organisasi tidak mendapat kepercayaan dari publik, tidak juga publik menaruh perhatian terhadap siapa pimpinan lembaganya – selama pelayanan kepada publik dapat dilaksanakan, unsur Trust dan Kredibilitas tidak terlalu berpengaruh. 

Bagi perusahaan swasta, Trust dan Kredibilitas dari CEO ini sangat berpengaruh dan tentu saja sustainability atau kelangsungan perusahaan akan terganggu jika publik tidak percaya. Indikator kepercayaan publik atau Public Trust ini dapat dilihat dari permintaan terhadap produk/jasa yang dihasilkan. 

Yang pasti, Trust dan Kredibilitas CEO maupun institusi perlu disinkronkan untuk mendapatkan dukungan publik yang lebih besar, karena dampaknya akan sangat luas bagi berbagai pihak yang berkepentingan – dukungan publik dapat berupa financial dan non financial factor yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup dari lembaga tersebut. 

Tips mempertahankan Trust dan Kredibilitas dalam situasi yang terus berubah :

Trust mempunyai banyak dimensi, multi level dan dinamikanya begitu luas, Trust pada dasarnya berakar dari budaya. 
Nilai nilai budaya Indonesia yang perlu lebih ditonjolkan ditengah situasi perubahan sosial masyarakat global 

  • Kepemimpinan yang kolaborativ – Collaborative Leadership 
  • Penajaman visi – terbuka terhadap perubahan – Change 
  • Peningkatan stamina untuk bersaing secara global – Competence 
  • Etika dan tanggung jawab sosial – ethics and social Responsibility 
  • Transparency – kejujuran, keterbukaan melalui strategi komunikasi yang efektif 
  • Yakinkan kepada publik, bahwa kita BERUBAH UNTUK KEBAIKAN 

Internal Communication

Bagaimana Perusahaan mengelola Internal Communication untuk karyawan generasi milenial?

Tenaga kerja milenial adalah mereka yang berusia antara 18-36 sekarang, yang lahir antara 1980-2000. Karyawan generasi milenial ini akrab dengan istilah teknologi/ IT, kreatif, inovatif, serba instant, menyukai tantangan, ambisius, mengejar nilai pribadi dan mengejar pengetahuan dan bekerja secara maksimal, bergerak cepat, ingin pengakuan diri dan mengutamakan kesenangan pribadi , antara lain: alergi terhadap formalitas/birokrasi, menuntut jam kerja yang fleksible, pakaian kerja yang lebih santai. 

Menurut riset global, 91% tenaga kerja generasi ini hanya bertahan maksimal 3 th – karena  bagi mereka, loyalitas kepada satu perusahaan bukanlah tujuan. Sifat cepat bosan dan tuntutan nilai pribadi serta ambisi pribadi ini maka dengan mudahnya karyawan generasi ini berpindah kerja. 

Hal ini merupakan tantangan pengelola SDM melalui komunikasi internal yang perlu lebih jelas dan terarah, khususnya mentoring dan coaching, melalui dialog yang mengarah ke proses pembelajaran yang kontinu. Pengelola SDM perlu mengupayakan kelangsungsan proses pembelajaran sikap dan prilaku. Komunikasi internal harus lebih terbuka. Dengan lebih memahami sifat per individu, perusahaan dapat mengarahkan nilai nilai profesionalisme yang berbeda antar generasi karyawan. Bagi generasi ini, gaji hanyalah target antara, yang lebih penting lagi adalah aktualisasi diri untuk dapat berkembang secara maksimal. 

Apa pentingnya peranan riset untuk PR?

Riset merupakan pre-requisit (pra-syarat) dari suatu profesi. Eksistensi ilmu pengetahuan dan standard profesionalisme yang menjadi acuan kerja pada professional di bidang public relations yang strategis. Riset pada dasarnya adalah analisa lingkungan, suatu prosedur ilmiah untuk mendapatkan, menganalisa dan menginterpretasi informasi (berita, data, trend, ratio). 

Riset adalah pengetahuan yang dirumuskan berdasarkan temuan fakta. Ada 4 jenis riset dalam bidang PR, yaitu 1) monitoring lingkungan : mengevaluasi iklim korporasi untuk mengantisipasi atau mencegah terjadinya hal hal yang berpotensi menjadi krisis 2) mengidentifikasi khalayak, posisi, citra, reputasi dan kepercayaan publik terhadap organisasi, 3) mengevaluasi efektifitas kegiatan komunikasi : proses, produk serta pesan yang disampaikan dan 4) mengevaluasi kinerja organisasi sebagai realisasi dari visi, misi dan tujuan organisasi. 

Tanpa riset, pengukuran dan evaluasi keberhasilan (research, measurement & evaluation) kegiatan komunikasi tidak dapat diukur, apakah efektif, tepat sasaran dan dapat merubah sikap publik. Ukuran keberhasilan program PR perlu dilakukan dari aspek finance dan non-finance, yang terukur ( tangible) dan tidak terukur (intangible) untuk mengetahui sejauhmana kontribusi PR terhadap organisasi secara keseuluruhan. Perubahan sikap dan prilaku yang akhirnya berdampak kepada return on investment (ROI). 

(Posted in: Majalah PR Indonesia, March 2017)

Leave a Comment

Tulisan ini dipublikasikan di

Tulisan lainnya

Reputasi

Praktisi PR memiliki tanggung jawab untuk membangun reputasi positif perusahaan/organisasinya.

Scroll to Top